Memang kehidupan kami sebagai warga desa, tidak semewah warga kota. apalagi warga ibu kota. kami tiap hari berkutat dengan sawah,ladang dan jual-beli kecil-kecilan.kalau lagi pas hari mujur saya mendapat tip agak lumayan dari pengunjung warnet,karena tugas saya menjaga tempat parkir.memang tidak semewah dari rekan-rekan yang berstatus PNS. yang jelas pasti tiap bulan dapat jatah pasti,kadang dapet seseran,..ehmm..ehmm.... Saat sekitar 7 tahun yang lalu kehidupan saya lebih baik dari sekarang, karena saya ikut pengusaha jasa konstruksi. mungkin rekan-rekan yang pernah terjun di dunia kontruksi pasti mengetahui lika-liku, permainan kotor jasa kontruksi.saya bisa mempermainkan volume pekerjaan dengan kerja sama dengan pengawas, yang nota bene seorang PNS dan sudah mendapat gaji. pengawas pingin mendapatkan uang lebih dari mencuri volume pekerjaan yang dia awasi. kadang saya tidak bisa menolak ajakan pengawas untuk mencuri, jika saya menolak bisa dipastikan saya akan kesulitan untuk mendapat tanda tangan beliau. jika pun saya meluluskan permintaan dia, resiko juragan saya yang tanggung-jawab. karena semua hasil pekerjaan itu tanggung jawab juragan saya. memang seperti makan buah simalakama.Dan saya yakin sebagian besar urusan ruwet seperti itu dialami orang-orang yang kerja di kontruksi. memang pantas indonesia tidak bisa maju-maju. Memang kedok permainan bisa dibilang untouchable, pihak swasta/pemborong pekerjaan menandatangani kontrak senilai Rp100jt( kita ambil contoh), setelah melakukan pekerjaan di lapangan, pihak swasta harus mengajukan berita acara dengan ditandatangani oleh pengawas,perencana dan pimpro. Tanda tangan gratis,..mimpi kali ya,...3 pos itu sudah pasti minta kadang sampai 5% dari nilai kontrak. dan lebih parah saat menyerahkan pekerjaan atau pembayaran 100% pasti dipotong 14%. untuk apa 14% silakan tanya ke kepala daerah dan DPR. sejak 7 tahun yang lalu saya meninggalkan pekerjaan tersebut berkutat dengan sawah dan jual hasil bumi kecil-kecilan.bahkan sampai sekarang juragan masih mengajak saya untuk terjun ke dunia tersebut dan masih saya tolak secara halus. memang duitnya banyak tapi kok sarat dengan dunia abu-abu.
. Dan saya tetap bersikeras mengurus sawah dan kebun sebagai alasan saya, kan tidak etis/tega mengatakan bahwa itu pekerjaan maling. dan semakin lama saya meninggalkan dunia itu, semakin saya tidak ingin melakukan pekerjaan itu. Dan ternyata saya hidup lebih tentram walau saya pegang uang sedikit cukup makan, hidup dengan sederhana.
kalo aku mendingan di deso,daripada dikota. wis kere, ga punya sawah/kebon, rumah epet2an. hahhh...
BalasHapussalam bro dari "pinggiran djogja.. "
@mas yohanes: memang kita harus banyak bersyukur dengan keadaan kita, dan yang penting hidup kita bisa bermanfaat untuk orang lain dan makhluk hidup di sekitar kita.
BalasHapus